BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Watashi wa~

Foto saya
sendai, neverland, Japan
Hmm... I'm a girl....I love bishounen for sure... and japanese thing... lil bit pervert... yahh... Thatz me... add my fb or twitter if you want to know me better

lyric lyric xD

Sabtu, 01 Agustus 2009

Fanfic The gazette – Alice Nine, Let Me Shine On You part 8 and Final Part

Tittle : Let Me Shine On You
Genre : Sweet-romantic, Emotion
Warning : PG - 15, Yaoi, Nyappy and never give up Author, Basic at true character and story.
Pair : Ruki x Reita, Tora x Reita (blur), Tora x Hiroto (lovers)
A/N : Lihatlah siapa yang benar – benar mencintaimu.
Mood : Hyper excited X)
Disclaimer : I‘m own them nothing nee….*I just borrow their name nyooo ^ ^*



Leech

Can you hear the counting song of pain, baby?
(I wanna escape now, baby)
nani utsuru kotaere wa meteku
(I wanna escape to you, baby)
Can you hear the counting song of pain, baby?
(I wanna escape, rescue me)
kuroki hi wa ima mo waseru mama
I've lost you, you've left me, lonelyness
Someday, can't get back to you
Can't stop crawling back!

Part 8

Apartemen Ruki

Ruki memetik gitar akustiknya. Mencoba mengungkapkan perasaan yang Ia rasakan sekarang.. Perlahan dia lantunkan cassis, dia nyanyikan lagu itu sangat pelan, hampir terdengar hanya seperti bisikan, namun dengan penuh perasaan,
“Ashita anatano kimochi ga hanaretemo
(Even if your feelings grow distant tomorrow)
Kitto kawarazuni aishiteiru
(Surely my love will remain unchanged.)”
Tangannya berhenti pada kunci terakhir. Pandangan matanya kosong. Seakan ada sesuatu yang mencengkram hatinya. Sakit sekali rasanya. Sakit…
“Seberapa keras pun aku melantun lagu ini, perasaanku tidak akan sampai padamu… Aku terus mencintaimu… Reita….”
Reita, Reita, Reita… Hanya nama itu yang mengisi kepalanya. Dia sangat menyayangi pria itu, lebih dari yang dapat dia ungkapkan dengan lagu manapun. Dia merasa ditampar dengan sebuah kenyataan yang sebenarnya bukan hal baru. Bukan hal baru…. Karena sejak dulu dia tau hati Reita bukan miliknya, namun entah kenapa harapan untuk memiliki Reita selalu bersinar terang dihatinya.
Dan kemarin,
Ruki tau bahwa harapan itu telah padam.
Cahaya itu telah menghilang. Meninggalkan kegelapan tanpa ujung di hatinya. Kegelapan tanpa cahaya bernama Reita….
Mata Ruki masih sembab karena sejak kemarin dia terus menangis. Dia tidak ingin menangis lagi, tapi air matanya tetap kembali jatuh saat itu.
“Untuk apa aku menangis? Untuk orang yang hanya terus menyakitiku tanpa Ia tau? Untuk orang yang hanya dapat tersenyum pahit saat tau orang yang dicintainya bersama orang lain? Untuk apa? Arrghhhh!!!!” Ruki menjambak rambutnya sendiri. Kepalanya sakit, tapi itu lebih baik daripada dia terus membiarkan kepalanya itu memikirkan seorang Reita.
-Ting tong-
Bel pintu Ruki berbunyi. Ruki memaksakan badannya untuk berdiri dan menghampiri pintu itu, lalu dia sedikit berjinjit untuk mengintip siapakah yang telah menekan belnya.
Reita.
Ruki menggigit bibir bawahnya.
“Sial!!” Dia mengupat pada dirinya sendiri. Saat ini, Reita adalah orang yang paling tidak ingin dilihat olehnya.
“Sumimasen… Ruki… kau di dalam ‘kan??”
Ruki hanya diam. Berharap Reita menyerah, lalu pergi dan berpikiran bahwa Ruki tidak ada di rumah.
“Pura – pura diam percuma Ruki.. Aku tadi lihat mobilmu di parkir, dan aku tau kau itu orangnya paling malas naik bis atau taksi. Sudahlah Ruk… Aku masih hidup, kau tak bisa terus lari dariku…” Suara Reita terdengar begitu pasrah, seakan memohon.
“Aku tidak lari.” Jawab Ruki dari balik pintu, dia masih belum siap bertatapan langsung dengan Reita.
“Lalu kenapa tidak satu pun dari sms atau teleponku yang kau respon??”
“Hanya tidak ingin saja.”
“*sigh* Ruki… Sejak kapan sih kau jadi kayak anak kecil begini? Where is your small-but-mature character?”
Ruki menyerah. Perlahan dia membuka pintu apartemennya. Dia menundukkan wajahnya, menghindar agar matanya tidak bertemu dengan mata Reita.
“Ya Tuhan Ruki…. You look soo~ mess up….”
Reita sudah akan menyentuh pipi Ruki, saat Ruki tiba – tiba menahan tangan Reita dan menghempaskannya.
“You are not allowed to touch me.”
“Why?”
“Because I’m not allow that.”
“I know you angry with me, But, I AM still your friend, right? I care about you, and I love you soooo much Ruki…. Aku nggak suka melihatmu menderita seperti ini…”
Ruki tersenyum kecil saat mendengarnya. Senyum sakit hati.
“If you love me sooo much, then, I ask you to leave him. You know what Reita? I don’t like him.”
“I can’t…”
“Kalau begitu pergi dari hadapanku. Kita selesai. Wakarimasu?? OWARI!!!”
-BLAM-
Ruki menutup pintu apartemennya keras – keras.
“Ruki!!! Tunggu!!! Hey!!! Buka dong!!! RUKI!!!!” Reita terus berteriak didepan pintu Ruki, hingga beberapa orang yang melewatinya menoleh padanya. Namun Reita masih belum menyerah, terus dia tekan bel pintu Ruki, tapi Ruki tidak pernah datang untuk membuka pintu itu.
***
Untuk Pertama kalinya Reita sadar bahwa di hatinya bukan hanya terdapat Tora. Dia baru sadar bahwa ada tempat Ruki disana. Dia baru sadar betapa dia membutuhkan temannya itu. Betapa dia mencintainya…
Bahkan Tora, sosok yang selama ini dia kejar, tidak akan bisa mengisi ruang yang telah diciptakan oleh Ruki. Kehangatan Ruki, canda Ruki dan sifat dewasanya… Semua tentangnya adalah tidak tergantikan…
***
Tanpa terasa hari ini sudah seminggu sejak Ruki marah, dan Ruki masih belum melakukan kontak dengan Reita. Tapi Reita selalu mengirimi Ruki sms setiap pagi, entah sms itu akan di baca atau tidak.
Hari ini, Reita ada ‘janji rahasia’ dengan Tora. Tapi entah kenapa Reita merasa sesuatu yang buruk akan menimpanya hari ini. Sesuatu yang tidak Ia inginkan.
-I feel insane every single time…-
Ketai Reita berdering. Tora.
“Moshi – moshi.”
“Hai cinta… Sudah siap?? Aku jemput ya…”
“Gomen ne Tora… Tapi…”
“Nani? Kita ‘kan sudah merencanakan ini lama …”
“Tapi… Kenapa perasaanku hari ini nggak enak ya Tor?”
“Kenapa? Hari ini Pon ada Reuni SMP jadi kita bisa pergi seharian! Kau tidak senang?”
“I’m happy with it… Demo… Apa kita engga usah pergi aja ya?”
“Nggak bisa gitu … Mungkin itu cuma perasaan kamu... Nggak bakal ada apa – apa Cinta…”
“Still….”
“Enough Ai… Kamu tuh orang tahun 2009 ‘kan?? Jangan kayak obasan gitu dong.”
“Umm…. Right then… Come pick me up.” Ucap Reita dengan berat hati.
“Okay… Love you.”
Sepuluh menit kemudian Reita sudah ada di dalam mobil Tora.
“Kita mau kemana?” Tanya Reita.
“Ke tempat yang aku tau kamu menginginkannya.”
“Eh??”
“Just shut up and wait Ai.”
Reita pouting his lip. He doesn’t like the way Tora threat him. Disisa perjalanan mereka dia tidak berkata sepatah kata pun pada Tora. Matanya terus melihat keluar jendela, dia terkejut saat Tora ternyata mengambil jalan yang menuju arah luar kota.
“Hey~ kita mau keluar kota?”
“Yep!”
“Kenapa tidak bilang?”
“Nanti malam kita pulang kok. Lagipula tempatnya tidak jauh dari kota. Bentar lagi juga sampai.”
Beberapa saat kemudian mereka tiba di sebuah pantai. Tora menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah kayu sederhana yang ada di dekat pantai itu. View rumah itu tepat menghadap ke laut.
“Ini…”
“Ini tempat yang seharusnya kita datangi satu tahun yang lalu.”
“Kau bercanda…”
“Aku tidak bercanda Reita… Sekarang aku tepati janjiku. Aku sudah membawamu kesini. Well… Sebenarnya cukup sulit menyewa tempat ini … Tapi, akhirnya… Here we are…”
“Wow… I don’t know what to say… You make me lose my word…”
“Now… Come inside…” Tora meraih pergelangan tangan Reita. Mereka memasuki rumah kayu itu.
“Ini seperti di manga.”
“Kau suka?”
“How could I dislike it? This is so perfect Tora.”
“Hehehehe… Tidak sesempurna itu… Tapi semua jadi sempurna karena kau ada disini..”
“You said those word again…”
“Hmm…. What should I say in situation like this? Have you eat Ai? Some kind like that?”
“Hahahaha….”
“Sini.” Tora menarik tubuh Reita ke pelukannya. “Forever and always.” Tora berbisik ke telinga Reita.
“Apa?”
“My love…”
“*blush* Kau ini….”
“Close your eyes… I can’t wait any longer…”
Bisa dibayangkan apa yang mereka lakukan setelah itu. Tepatnya apa yang dilakukan Tora pada Reita. Hingga tiba- tiba pintu kayu itu terbuka.
Tora secara refleks melihat ke arah pintu yang baru saja terbuka. Sesaat mulutnya terbuka sedikit. Pelan terucap nama dari mulutnya.
“Hiroto…”
Hiroto masih terdiam. Tidak ada ekspresi di wajahnya. Dia membeku dan terpaku, seakan pemandangan dihadapannya itu tidak nyata dan hanyalah ilusi. ‘Ini tidak mungkin..’
“Babe… Aku…” Jantung Tora berdebar kencang. Dia menjauhkan dirinya dari Reita yang sekarang sama membekunya dengan Hiroto.
Ucapan Tora menyadarkan Hiroto bahwa semua ini nyata. Menyadarkannya bahwa semua dugaannya benar. Menyadarkannya bahwa Tora-nya telah selingkuh…. Hati Hiroto terasa begitu sakit saat menyadarinya, sakit sekali hingga sulit baginya untuk bernafas. Hiroto tau bahwa sebentar lagi dia tidak akan bisa menahan air matanya. Namun Hiroto menenangkan dirinya, dia menelan ludahnya, mengambil nafas panjang dan berkata dengan dingin pada Tora.
“Kau adalah laki – laki terendah yang pernah aku kenal!!!”
Hiroto membalikkan badannya, dan segera setelah itu air matanya menetes tanpa terbendung .Dia berlari menjauh dari rumah itu, menghampiri mobilnya dan menyalakannya. Terdengar Tora memanggil namanya dan ikut berlari mengejarnya. Tapi Hiroto tidak mempedulikan hal itu. Dengan keras ia injak gasnya. Air mata mengaburkan pandangannya, samar – samar dia dapat melihat mobil didepannya, namun jaraknya dengan mobil itu sudah terlalu dekat.
-CRASH-
Dan semua menjadi gelap.




Final Part

Hiroto.

Aku membuka mataku perlahan. Dan pertanyaan bodoh muncul dari kepalaku, dimana aku? Setahuku ini bukan kamar yang aku kenal. Samar aku juga dapat mencium bau obat dari segala arah. Dimana aku?
Lalu aku mencoba menggerakkan kepalaku sedikit, namun rasa sakit yag luar biasa langsung menjalar keseluruh tubuhku. Sakit… Sangat sakit… Aku kenapa?
Akhirnya aku menyerah untuk menggerakkan tubuhku. Aku hanya mengedarkan pandanganku. Lalu mataku terhenti pada sesosok laki – laki yang sedang tertidur pulas di sofa. Dia tampak begitu kelelahan dan begitu familiar.
Lama aku mencoba mengingat. Hingga aku ingat siapa laki – laki itu.
Tora.
Kekasih yang telah mengkhianatiku. Kenapa dia disini? Dia ingin meminta maafku? Untuk apa?
Dia menggeliat sedikit. Lalu membuka matanya dan berkata,
“Pon… Kau sudah sadar?”
Aku tidak menjawabnya. Sayang sekali aku tidak bisa membuang mukaku saat ini.
Dia berjalan kearahku, menatapku dengan lembut dan mengelus pipiku. Aku ingin muntah!! Setelah apa yang dilakukannya di belakangku, masih berani dia menyentuhku!!
“Aku bersyukur kau selamat…”
‘Bersyukur? Jangan bercanda!!!’
“Kau menabrak pick up itu dengan kecepatan tinggi. Kau berlumuran darah.. Aku.. Aku kira saat itu kau sudah…”
Dia tidak meneruskan kata – katanya. Dia membuang mukanya kearah lain. Terdengar senggukan kecil setelah itu. Dia pun melepas kacamatanya, mengusap matanya sendiri dan kembali melihat ke arahku. Sekarang terlihat jelas. Tora menangis.
“Kalau kau pergi…Aku… Mungkin selamanya akan mengutuk diriku sendiri…”
“Sudahlah Tora… Jangan bohongi aku lagi, kalau kata – kata dan air matamu itu palsu lebih baik kau hentikan itu. Aku sudah cukup sakit dengan kebohonganmu selama ini, aku sudah curiga padamu sejak minggu lalu, jadi aku berencana membuat rencana reuni palsu dan mengikutimu, ternyata dugaanku benar, kau mengkhianatiku…. Kumohon, jangan sakiti aku lagi.” Aku mengucapkan kata – kata itu dengan suara serak yang aneh, seperti bukan suaraku.
“Cukupkah jika aku berkata maaf ?”
“Kau tau itu tidak akan pernah cukup.”
“Lalu?”
“Aku ingin kau jujur Tora, apakah kau masih mencintaiku?”
Tora mengangguk. Dia terlihat seperti anak kecil polos yang mengakui kesalahannya mencuri permen.
“Apakah kau mencintainya?”
Dia kembali mengangguk.
“Kalau begitu, pergilah, kejarlah sosok yang dapat memuaskanmu. Aku tau aku tidak akan pernah bisa, karena aku ini masih kekanakan, aku…” Tiba – tiba aku kehilangan kata – kata, tanpa kusadari ternyata air mataku sudah membasahi pipiku.
Dapat kurasakan tangan besarnya menyentuh pipiku lagi. Mengusap air mataku, seperti yang dulu pernah dia lakukan, hangatnya tidak berubah, tangannya tetaplah tangan Tora yang pernah kukenal dulu.
“Aku tidak akan pergi, aku ingin disisimu.”
“Kenapa? Karena sekarang aku sedang terluka? Karena sekarang aku lemah? Atau karena kau merasa bersalah?”
Dia menggelengkan kepalanya. Lalu mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berbisik pelan,
“Karena aku lebih dan lebih mencintaimu.”
Tidak… Tidak kata – kata itu. Ini curang!! Dia tau kalau aku tidak akan bisa marah padanya kalau dia sudah membisikkan kata – kata itu!!
“Kau selalu curang…”
“Sudah kubilangkan, aku mencintaimu, aku ingin selalu melindungimu…”
Lalu dia perlahan mencium dahiku. Ciuman hangat yang selama ini selalu dia berikan.
“Ciuman ini, hanya pernah aku berikan padamu…”
“Kau belum pernah mencium dahinya?”
Dia menggeleng.
“Tidak sekalipun…”
*blush* Pipiku memerah. Shit!!! Mudah sekali sih aku terhanyut?? Is it because of his heavy voice and eagle-eyes that gently look at me?
“Douka… Forgive me babe…”
Dan aku tau, aku tidak mungkin bilang “Tidak” padanya.
“Hai’… I forgive you…”
“I swear I will never betray you again…”
“Prove it.”
Then, for the very first time, He kisses my lips gently, a very deep and soft kiss. I can taste something salty in his lips, tears, his tears now make this kiss become wet and salty. But, I know this is a happy tear.

-End of Hiroto’s and Tora’s story-



Reita

-Flashback-

Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat.
Hiroto.
Berdiri dan gemetar di pintu itu. Tora hanya mematung saat melihat sosoknya. Perlahan dia melepaskan pelukannya dari tubuhku. Tanpa memandangku sedikit pun dia menghampiri Hiroto.
Babe… aku…” Katanya terbata.
Lalu setelah mengatakan sesuatu, Hiroto pergi berlari sekencang mungkin. Tora ingin mengejarnya, tapi dia melihat ke arahku. Ya, dia memandang padaku yang sekarang sudah setengah telanjang ini. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Tapi dari matanya aku tau dia memohon padaku. Memohon untuk mengizinkannya mengejar kekasihnya.
Hatiku perih, tidak… lebih tepatnya tercabik, aku terluka… Namun, aku tidak mungkin lagi menahannya. Once I’ve heard that the best way to loving someone is gives them wings, so they can fly freely toward to happiness. Tampaknya sekaranglah saatnya aku memberikan sayap itu padanya.
Pergilah…” Aku berkata padanya dengan menahan sakit yang mendalam.
He give me apologizing gaze and then he run chase after Hiroto.

Aku tau kini semua telah usai. Kisahku dan Tora telah usai. Dia sekarang tidak lebih dari sekedar masa lalu.
Masa lalu?
Tidak… aku tidak ingin dia hanya menjadi masa laluku, tanpanya… aku…aku…
Arghhhhh!!!!
Aku menangis sekeras yang aku bisa. Memeluk tubuhku sendiri dalam sakit tanpa akhir ini. Aku menangis untuk cintaku, kebodohanku, dan untuk Tora-ku…
Ya, aku menangis untuk Tora-ku
Tora-ku yang aku cintai dengan segenap jiwaku,
Tora-ku yang selalu menciumiku dengan lembut dan hangat,
Tora-ku yang sekarang telah memilih orang lain untuk menjadi masa depannya…
***
Akhirnya aku pulang dengan taksi 3 jam kemudian. Didalam taksi aku mendapat telepon dari Tora.
“Moshi –moshi.”
“Go…gomen ne… Tapi aku tidak bisa mengantarmu pulang…” Suaranya serak – serak aneh, seperti suara orang yang sedang menahan tangis.
“Doushite?” Kataku pelan. Aku tidak berharap jawaban romantis yang biasa kudapatkan.
“Pon… Dia… Kecelakaan… Kata dokter, dia gegar otak, lengannya dan kakinya patah… Dia sekarang…” Tora berhenti bicara, terdengar dia mengambil nafas panjang.
“Coma..”
Ya Tuhan…. Pon kecelakaan? Dan coma? Bisa kubayangkan bagaimana hancur hati Tora sekarang. Ingin aku menghiburnya, tapi entah kenapa tidak ada kata yang terucap dari mulutku.
Setelah lama tidak ada satupun dari kami melanjutkan pembicaraan, dia menutup teleponnya. Tanpa sepatah kata perpisahan pun.
Aku meletakkan kepalaku di jendela taksi. Melayangkan pandanganku entah kemana. Bayangannya kembali muncul. Bisikannya, belaiannya semua seakan seperti film yang terputar kembali di kepalaku.
Aku tidak ingin pulang.
Aku tidak ingin pergi ke tempat dimana dia pernah disana. Dimana dia pernah tertawa bersamaku, dan membisikkan kata – kata terindah yang pernah aku dengar.
Aku tidak mau….
“Ganti tujuan. Kita ke Apartemen K.” Ucapku ke sopir taksi.
Walau aku tidak tau apa yang akan aku lakukan di apartemen Ruki.

***

-ting tong-
Aku tekan bel apartemen Ruki. Terakhir kali aku kesini, dia tidak mau membukanya dengan mudah, jadi mungkin sekarang kecil kemungkinan dia akan membukanya.Dulu saat dia membuka pintunya, dia terlihat begitu menderita.
Ruki-chan menderita. Karena aku kah? Karena keegoisanku? Dia, tanpa kusadari adalah orang yang telah membawa cahaya kepadaku. Membawaku keluar dari jurang dalam keputusasaan bernama Tora dan sekarang aku telah menyakiti hatinya.
Dugaanku salah. Ruki membuka pintunya untukku. Wajahnya tidak seberantakan dulu, tapi sekarang aku merasa pandangannya sangat dingin.
“Kenapa datang?” Ucapnya.
“Aku….” Aku menundukkan kepalaku. Aku merasa begitu rendah dihadapannya. Sekali lagi tenggorokanku terasa tercekat.
“Kau ada masalah lagi? Fiuh~ pergilah aku tidak mau lagi jadi pelarianmu lagi.”
Mataku terasa panas saat dia mengatakannya. Pelarian? Itukah posisinya selama ini? Jadi selama ini aku telah menceritakan kisah yang kau tidak mau dengar, dan ternyata bukan hanya sekali aku melukainya. Mungkin ratusan kali. Hebat. Kau hebat Ruki, kalau aku menjadi kau mungkin sudah lama kau meninggalkanku. Membiarkanku tenggelam sendiri tanpa ada seorangpun yang peduli.
“Rei…. Pergilah…”
Aku tidak menghiraukan perkataannya. Kuraih tubuh mungilnya. Aku memeluknya dengan semua tenaga yang kupunya. Lalu aku menangis di bahunya, tangisan yang berbeda dengan saat aku menangisi Tora. Kini aku menangis untuk kebodohanku telah melukai hatinya selama ini.
“Rei….”
“Maafkan aku Ruki… Aku telah melukaimu…”
Ruki mengambil nafas panjang, pelan dia mengusap rambutku.
“Bodoh. Kau baru tau?”
“Sakitkah?”
“Sangat.”
“Maafkan aku… Sekarang kita bisa mulai lagi ‘kan?”
“Mulai apa?”
“Per…” Oh tidak.. Kata ini adalah kata yang paling tidak bisa aku ucapkan.
“Pertemanan?”
Aku menggeleng. Bukan Ruki, bukan itu, kau lebih dari sekedar teman.
“Maksudmu? Per..cin…” dia berkata terbata. Kurasa dia pun tidak sanggup mengucap kata itu.
Aku mengangguk pelan.
Mukanya memerah saat aku menggangguk. Dia terlihat lucu. Benar – benar lucu hingga aku tertawa. Tertawa, seakan tidak ada kejadian berat yang terjadi hari ini.
“Kenapa tertawa? Ah!! Sudah ah.” Dengan wajahnya yang masih memerah, dia melepaskan pelukanku dan berjalan masuk ke rumahnya.
Aku masih berdiri di depan pintu, bolehkah aku mengikutinya masuk?
“Hey~ kau mau berdiri di depan rumah orang seperti itu satpam datang dan mengusirmu?”
Well, aku bisa menganggap itu sebagai “Masuk saja.” ‘kan?
“Kau masak apa Ruk?” Kataku ringan, tapi tetap saja terdengar aneh karena masih ada serak di suaraku.
“Aku masak spagetti. Kau mau?”
“Mauuuu~”
“Makanan apa sih yang kau tidak mau?”
Dia baru akan beranjak pergi kedapur saat aku memeluknya dari belakang. Tepat ditelinganya aku berbisik.
“Aishiteiru….”
“I know….”
Aku menenggelamkan wajahku dipunggungnya yang lebar dan hangat.
Ahh~ Inikah kedamaian?
Mungkin Tuhan telah mengatur segalanya, agar Hiroto datang, agar aku dapat terbebas dari Tora dan dapat menyadari siapa orang yang benar – benar aku dapat aku cintai.

*End of Reita’s and Ruki’s Story*
*Fin*

PS : SELEEESEEEEE *tereak dari atas gunung everst* Fiuh~ *sob sob* Mission COMPLETE!!! Maap klo geje… maap klo gag puas ^ ^a But I love this fic soooo mucchhh!!!!! Yay!!!

0 komentar: